Malang, ITN.AC.ID – Tim Manka Teknik Listrik D-3, Institut Teknologi Nasional Malang (ITN Malang) meraih Juara 3 NESCO Paper Competition 2024, Departemen TeknikElektro dan Teknologi Informasi Fakultas Teknik, UGM, Sabtu 18 Mei 2024 lalu. NESCO Paper Competition 2024 merupakan kompetisi yang menekankan kemampuan problem solving untuk merumuskan dan menemukan solusi terhadap permasalahan dalam bidang ketenagalistrikan dan power system.
Tim debutan Teknik Listrik D-3 ITN Malang beranggotakan Mochammad Ilham Fakhri (2152016), Farid Agus Afandi (2252001), dan Nabilla Anggreny Putri (2252002). Dibawah bimbingan Dr. Ir. Widodo Pudji Muljanto, MT., mereka di final berhasil menyisihkan tiga perguruan tinggi lainnya. Sementara peserta final adalah Institut Teknologi PLN (2 tim, satu tim meraih Juara 1), Institut Teknologi Bandung (Juara 2), Institut Teknologi Nasional Malang (Juara 3 ) peserta final lainnya Universitas Gadjah Mada, dan Institut Teknologi Sepuluh November.
Tim Manka Teknik Listrik D-3 ITN Malang. Ki-ka:
Mochammad Ilham Fakhri, Nabilla Anggreny Putri, dan Farid Agus Afandi,
bersama Dr. Ir. Widodo Pudji Muljanto, MT., dosen pembimbing meraih Juara 3 NESCO Paper Competition 2024 di UGM. (Foto: Istimewa)
Mochammad Ilham Fakhri, ketua tim menjelaskan, saat final semua tim diberi tantangan untuk memberikan solusi permasalahan ketenagalistrikan di negara yang bernama Nescovia. Negara Nescovia yang kaya SDA sedang melakukan transisi ke energi baru dan terbarukan (EBT), dengan menargetkan penetrasi 40 persen dari pemasangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) serta pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB). Nescovia juga memiliki pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU), dan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP).
“Pada sistem ketenagalistrikan mereka masih terdapat beberapa kendala. Ada 4 masalah yang harus kami pecahkan sekaligus mencarikan solusi,” kata Mochammad Ilham Fakhri, saat ditemui bersama timnya di Kampus 2 ITN Malang pada Jumat (24/05/2024).
Menurut Ilham masalah ketenagalistrikan di Nescovia antara lain: stabilitas sistem saat cuaca berawan/gelap secara tiba-tiba belum stabil, pada pagi hari stabilitas sistem kelistrikan terganggu, kebocoran gas beracun (H2S) di PLTP yang mengakibatkan korban jiwa disangkutkan dengan kebijakan pemerintah mengenai kebocoran H2S, dan masalah pertumbuhan beban puncak seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk.
Beda permasalahan tentunya solusi yang diberikan juga berbeda. Untuk gangguan stabilitas sistem saat cuaca gelap berawan Tim Manka menawarkan penetrasi sistem BESS (battery energy storage) untuk pembangkit EBT mereka. BESS merupakan sekumpulan baterai dan peralatan pendukungnya untuk membackup sistem PLTS saat terjadi mendung. Sedangkan untuk pagi hari mereka menawarkan pemasangan sistem VFD (variable frequency drive). Sebuah sistem untuk mengurangi arus starting pada motor induksi untuk industri. Sistem VFD akan memberikan tegangan dan frekuensi secara bertahap.
“BESS merupakan baterai dengan kapasitas besar. Bisa mem-backup pada saat gangguan dan menstabilkan tenaganya. Idealnya bisa mem-backup kapasitas maksimum PLTS dalam 1 jam. Misalkan PLTS puncaknya 5 megawat, maka baterai harus bisa menyuplai 5 megawatt dalam 1 jam. Sederhananya seperti itu,” lanjutnya.
Untuk kebocoran gas beracun (H2S) di PLTP dan adanya saran dari pemerintah setempat untuk menutup PLTP sangat kontra, karena akan berdampak pada perekonomian. Selama ini PLTP menyumbang 55 persen total energi di salah satu pulau utama di negara tersebut. Ketiga mahasiswa ini menawarkan solusi untuk investigasi keseluruhan penyebab kebocoran H2S di pembangkit tersebut.
Nabilla Anggreny Putri menyebutkan solusi dengan memasang sensor-sensor H2S di beberapa wilayah pembangkit dan dikoneksikan dengan sistem peringatan dini. Solusi lanjutannya pemerintah melakukan sosialisasi tanggap bencana kepada masyarakat di sekitar PLTP. Juga memberikan kompensasi kepada korban terdampak H2S.
“Kami menyarankan area tersebut bebas penduduk, jadi bisa meminimalisir dampak dari kebocoran H2S,” sebutnya.
Farid Agus Afandi juga menjelaskan solusi untuk masalah pertumbuhan beban puncak seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Pertumbuhan beban puncak selama 10 tahun bisa dengan menambah kapasitas pembangkit EBT dan non EBT. Penambahan pembangkit ada regulasinya dengan cakupan EBT minimal 40 persen dari daya keseluruhan.
“Karena EBT sifatnya masih belum stabil. Khawatir kalau berkepanjangan sistem tenaganya down (bermasalah). Kalau sebaran EBT terlalu besar, harga listriknya juga naik, karena teknologinya masih mahal,” jelasnya.
Farid menjelaskan, untuk mencari solusi atas permasalahan mereka bertiga membahasnya bersama dengan dosen pembimbing. Setelah beragam solusi ditampung, kemudian didiskusikan dan diambil yang paling efektif untuk digunakan.
Dr. Ir. Widodo Pudji Muljanto, MT., pun mengapresiasi perjuangan Tim Manka. Menurutnya, prestasi tersebut bukan suatu kebetulan, melainkan didapat dengan effort yang luar biasa. Selama satu bulan mereka belajar sekian banyak data. Dari mengikuti kompetisi bisa menjadi alat untuk mengukur skill dari mahasiswa maupun dosen dalam menyampaikan permasalahan ketenagalistrikan.
“Ilmu listrik itu luas sekali. Bukan sekedar menjalankan motor listrik, tapi juga kebijakan ketenagalistrikan harus diketahui. Di teknik elektro sudah kami berikan mata kuliah standarisasi dan regulasi. Prestasi kita sudah juara 3, sudah sejajar dengan teknik elektro level nasional. Kuncinya semangat untuk mencari dan ulet. Orang pintar kalah dengan yang ulet,” kata Widodo yang juga berharap tahun depan prestasi mahasiswa ITN Malang semakin meningkat. (Mita Erminasari/Humas ITN Malang)